|
|
|
|
Artikel-artikel sosial dan kemasyarakatan
:
Identitas Baju
Bekas
Oleh Nuraini Juliastuti
Baju bekas tercatat ikut membentuk gaya subkultur anak muda
yang khusus dan unik. Selain merefleksikan posisi keuangan anak-anak
muda yang terbatas, ia juga menggambarkan gairah akan gaya pakaian-pakaian
retro yang otentik dan tidak ada kembarannya. Jenis baju yang
dijual di toko-toko baju bekas biasanya berjumlah terbatas atau
malah hanya tersedia sebanyak 1 buah saja sehingga terkesan
lebih personal. Efek personalitas ini yang tidak bisa didapat
jika kita membeli baju di mall atau supermarket karena baju-baju
yang dijual di sana rata-rata dibuat secara massal. Selain memberi
kesan lebih personal, dengan memakai baju-baju bekas, sejarah
dan nilai-nilai lama yang dibawa oleh baju-baju tersebut seolah-olah
dikosongkan atau dihilangkan karena dimaknai secara berbeda
dan diberi nilai-nilai baru, serta diisi dengan sejarah baru.
Di Indonesia sendiri, kemunculan pasar baju bekas ini tidak
berjalan merata. Pasar baju bekas di Sumatera, Batam, Kalimantan,
dan Sulawesi misalnya, lebih dulu muncul daripada di Jakarta,
Bandung, Yogya, Surabaya dsb. Toko baju bekas di sini lazim
disebut dengan toko baju impor, karena memang baju-baju bekas
itu asalnya dibawa dalam karung-karung besar dari pelabuhan.
Jenis barang yang dijual di toko macam ini bermacam-macam, mulai
dari kaos, hem, jaket, celana panjang, sampai selimut-selimut
tebal dan bed cover. Harga barang-barang yang dijual di kota-kota
yang dekat dengan pelabuhan biasanya lebih murah daripada di
kota-kota lain. Penampilan baju bekas kerap diidentikkan dengan
kelompok bergaya traveller atau new age. Kaos bertumpuk-tumpuk,
rompi bekas dengan beberapa lubang di sudut-sudutnya, sweater
bekas, dan celana yang dijahit sendiri dari kain-kain perca.
Mereka mempunyai anggaran yang terbatas untuk membeli pakaian,
lagipula pakaian tidak menempati posisi penting dari eksistensi
mereka. Sehingga bagi mereka pakaian pun bisa diwariskan dari
kakak tertua ke adik dan saudara-saudara yang lain. Di Inggris,
gaya pakaian bekas (second hand dress) ini banyak dipakai juga
oleh kelompok indie dan para mahasiswa di tahun 1980-an dan
1990-an. Mereka biasanya memakai t-shirt bekas, jumper, atau
jaket bekas dari kain wol. Di Indonesia, konsumen terbesar baju-baju
bekas adalah anak-anak muda. Tetapi anak-anak muda ini kadang
bersikap malu-malu kalau ketahuan membeli baju bekas. Sikap
malu-malu dari konsumen baju bekas di Indonesia ini juga didorong
oleh respon sebagian besar masyarakat yang menganggap baju-baju
bekas adalah sesuatu yang menjijikkan karena tidak jelas asal-usul
sejarahnya, juga berkesan kumuh karena dibeli di tempat-tempat
yang sempit penuh sesak dengan karung-karung isi baju bekas
bertumpuk-tumpuk.
Newsletter KUNCI No. 6-7, Mei-Juni 2000
back to top
|
|
|
|
|
Dunia
ini tidaklah diisi oleh hitam putih saja , melainkan jauh dari
itu.. banyak diisi oleh medan di antara keduanya..
Setiap
insan tentu punya suatu kelebihan , sedang kekurangan adalah hakekat
dari adanya manusia Orang
besar adalah orang yang mampu bercermin pada masa lalu dan menjadikannya
pijakan dimana masa depan akan dilalui.
|
|