| 
       
        
        
        
         | 
       | 
       
        
        
          
           
            |   | 
              
              Artikel-artikel sosial dan 
                kemasyarakatan :  
              
               
                 EKONOFISIKA ATAU 
                  SOSIOEKONOMI, 
                  MANA YANG PALING DIBUTUHKAN INDONESIA? 
                  Oleh Mubyarto  
                HARIAN Kompas (2/9/2002) 
                  memuat tulisan Dr Yohannes Surya,  
                  Ekonofisika Gabungan Ekonomi dan Fisika? Bahwa judul tulisan 
                  diberi tanda tanya mungkin penulisnya sendiri masih belum yakin 
                  benar tentang Ekonofisikanya atau belum yakin apakah ekonofisika 
                  merupakan gabungan antara (ilmu) ekonomi dan fisika. Harus diakui, 
                  tulisan itu sama sekali tidak berusaha menyimpulkan kemungkinan 
                  manfaat ilmu baru ini bagi Indonesia. Namun, karena menunjuk 
                  Konferensi Internasional Ekonofisika di Bali 29-31 Agustus, 
                  dan saya hadir pada International Public Seminar of The Year 
                  tentang Ekonofisika di Jakarta 27 Agustus 2002, kiranya penulisnya 
                  (Dr Yohannes Surya) patut membayangkan kemungkinan penerapannya 
                  di Indonesia.  
                  Sejak awal perlu disebutkan, ekonofisika bukan ilmu ekonomi 
                  baru dengan meminjam peralatan analisis ilmu fisika tetapi penerapan 
                  ilmu fisika dengan menggunakan data-data ekonomi terutama data-data 
                  keuangan dan pasar modal. Hal-hal yang memicu berkembangnya 
                  ekonofisika adalah "karena makin banyak dan kompleksnya 
                  data ekonomi. Fisikawan dalam ekonofisika diharapkan dapat memberi 
                  pandangan-pandangan baru (insight) untuk menjelaskan gejala-gejala 
                  aneh dalam fluktuasi ekonomi yang amat kompleks dan melakukan 
                  prediksi ke depan guna pemecahan masalah-masalah itu." 
                  Oleh karena ekonofisika bukan ilmu ekonomi baru, tetapi ilmu 
                  fisika terapan baru, maka tidak banyak pakar ekonomi tertarik 
                  untuk hadir dalam seminar di Jakarta. Beberapa yang hadir pun 
                  tidak merasa  
                  perlu aktif dalam diskusi. Namun, yang menarik, wartawan yang 
                  hadir rupanya amat tertarik menerapkan ilmu baru itu guna membantu 
                  mengatasi "krisis ekonomi" atau krisis keuangan yang 
                  sudah lima tahun melanda Indonesia. Bahkan, dalam konferensi 
                  pers banyak wartawan yang meminta pandangan pakar-pakar internasional 
                  untuk bantu menciptakan iklim yang dapat mengundang investor 
                  ke Indonesia. Nasihat-nasihat  
                  mereka, oleh sejumlah wartawan dianggap "sangat cocok" 
                  bagi Indonesia sehingga Tajuk Rencana (Kompas, 29/8) ikut mengutip 
                  pandangan yang dianggap tepat itu, padahal pakar yang bersangkutan 
                  belum pernah mempelajari masalah-masalah ekonomi Indonesia. 
                  Pembicara seminar sehari di Jakarta semuanya pakar-pakar asing, 
                  dan pakar-pakar Indonesia anggota Indonesian Finance Association 
                  hanya menjadi moderator atau pendamping. Dari seluruhnya, lima 
                  pembicara tamu, hanya satu orang fisikawan dan empat lainnya 
                  ekonom, dua di antaranya (Steve Keen dari Australia dan Paul 
                  Ormerod dari Inggris) sudah menerbitkan buku yang menyerang 
                  habis-habisan teori ekonomi Neoklasik. Steve Keen dengan bukunya 
                  Debunking Economics  
                  (2001) dan Paul Ormerod, The Death of Economics (1994).  
                  Penganjur ekonofisika yang mayoritas ekonom ini berarti, rupanya 
                   
                  ekonom yang lebih berkepentingan terhadap ekonofisika, bukan 
                   
                  fisikawan. Inilah yang sejak awal sudah memprihatinkan. Para 
                  anggota Indonesian Finance Association rupanya ingin memanfaatkan 
                  ekonofisika bagi pengembangan profesi mereka yang dianggap akan 
                  makin meningkatkan prestise dan akhirnya memberi "penghasilan 
                  uang" lebih tinggi bagi para pakar dan praktisinya.  
                  ***  
                   
                  KETIKA saya ditanya wartawan apakah ilmu fisika baru ini dapat 
                   
                  diterapkan dan berguna bagi Indonesia, saya menyatakan kesangsian 
                  saya, mungkin dapat diterapkan di bidang keuangan/pasar modal 
                  atau perbankan, tetapi saya sangsi untuk bidang-bidang ekonomi 
                  lain. Yang selanjutnya saya risaukan adalah siapa, lembaga ilmiah 
                  apa atau organisasi profesi apa di Indonesia yang patut meneliti 
                  dan "waspada" atas kehadiran ilmu-ilmu baru seperti 
                  ekonofisika ini. Apakah LIPI atau AIPI tidak sepatutnya mengambil 
                  langkah-langkah untuk membahasnya?  
                  Profesor Iskandar Alisyahbana dari ITB yang juga hadir dalam 
                   
                  seminar, sama risaunya dengan saya tentang sangat kurangnya 
                  ilmuwan Indonesia bereaksi atau berprakarsa menanggapi peristiwa-peristiwa 
                  ilmiah seperti ini dengan akibat bangsa Indonesia "tertinggal" 
                  dalam bidang ilmu apa saja dibanding negara-negara tetangga 
                  seperti Malaysia dan India. Dalam hal ilmu ekonomi telah lebih 
                  dari dua dekade kami prihatin tidak berkembangnya ilmu ekonomi 
                  yang benar-benar bermanfaat  
                  (realistis dan relevan) bagi kemajuan bangsa Indonesia. Dalam 
                  krisis moneter yang telah menjadi berdimensi banyak sekarang 
                  ini di Indonesia, kami mendambakan bersatunya kembali ilmu ekonomi 
                  dan ilmu sosiologi-antropologi yang telah "bercerai" 
                  dalam tiga dekade terakhir, karena pakar-pakar ekonomi merasa 
                  lebih terbantu matematika. Saya amat kawatir, pakar-pakar ekonomi 
                  dan keuangan Indonesia yang mulai tertarik pada ekonofisika 
                  mengira, ilmu baru inilah (gabungan ekonomi dan fisika) yang 
                  lebih diperlukan untuk membantu mencari jalan keluar dari krisis 
                  multidimensi. Padahal, saya sendiri percaya, ilmu ekonomi lebih 
                  memerlukan "rujuk" kembali dengan ilmu- ilmu sosiologi 
                  dan antropologi. Mudah-mudahan pakar-pakar ekonomi  
                  Indonesia tidak berubah keyakinannya bahwa ilmu ekonomi tetap 
                   
                  merupakan ilmu sosial, ilmu tentang perilaku manusia bukan ilmu 
                   
                  eksakta matematika atau ilmu fisika. Kami tidak sependapat, 
                  salah satu cita-cita ekonofisika seperti dikemukakan Dr Steve 
                  Keen adalah memisahkan ideologi dari ilmu ekonomi dan menjadikan 
                  ilmu ekonomi lebih realistis. Mungkin benar fisika lebih realistis 
                  ketimbang matematika. Tetapi sebagai ilmu sosial, realisme ilmu 
                  ekonomi tetap bukan yang lebih sesuai dengan  
                  alam tetapi harus yang lebih sesuai dengan sifat-sifat hakikat 
                   
                  manusia, yaitu moral, pikiran, dan perbuatannya. Kami imbau 
                  rekan-rekan anggota LIPI dan AIPI untuk membahasnya secara serius. 
                   
                   
                  MUBYARTO  
                  Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 
                 
                back to 
                  top 
                | 
              | 
           
           | 
       | 
      
        
        
          
             
              |   | 
             
             
              Dunia 
                ini tidaklah diisi oleh hitam putih saja , melainkan jauh dari 
                itu.. banyak diisi oleh medan di antara keduanya..  
                  Setiap 
                insan tentu punya suatu kelebihan , sedang kekurangan adalah hakekat 
                dari adanya manusia   Orang 
                besar adalah orang yang mampu bercermin pada masa lalu dan menjadikannya 
                pijakan dimana masa depan akan dilalui.      
                  | 
             
          
         
        
         |